Menguping Percakapan Wargamaya tentang WFH
Bekerja dari rumah alias work from home, WFH, sebenarnya telah ada selama beberapa dekade. Munculnya internet dan ketersediaan alat komunikasi yang terjangkau, kemudian merebaknya pandemi, telah membuat WFH kini makin banyak diadopsi.
WFH pun semakin populer karena menawarkan banyak keuntungan, seperti pengurangan waktu perjalanan, peningkatan fleksibilitas, dan keseimbangan kehidupan kerja yang lebih baik. Terkait isu WFH di Indonesia, usaha rintisan yang bergerak di bidang machine learning Valiance (bagian dari Pacmann), melakukan analisis pada percakapan pengguna media sosial Twitter.
Valiance kemudian mengumpulkan tweets berbahasa Indonesia yang memuat kata kunci "working from home" dan "wfh". Pengumpulan data berlangsung sejak Maret 2020, di mana kala itu kasus Covid-19 pertama di Indonesia resmi diumumkan, hingga Desember 2022.
Pada periode tersebut, terkumpul lebih dari sejuta tweets, tepatnya 1.078.599 tweets. "Untuk keperluan analisis ini, kami telah mengumpulkan sejutaan tweets. Kami memakai Natural Language Processing (NLP) untuk melakukan klasifikasi sentimen atas tweets mengenai WFH di Indonesia tersebut," ujar Adityo Sanjaya, Chief Data Scientist di Valiance dan CEO di Pacmann dalam keterangan resmi perusahaan.
Menurut Adit, isu ini menarik untuk dianalisis karena WFH telah mengubah kultur kerja secara global, tak terkecuali Indonesia. Adit pun mengatakan bahwa sebagai perusahaan teknologi, Pacmann menerapkan WFH bagi mereka yang bekerja di luar Jakarta dan sekitarnya, serta hibrid untuk mereka yang ada di wilayah Jakarta dan sekitarnya.
Menurutnya, setelah melalui proses pembersihan data, tweets yang telah terkumpul terkait tren WFH, kemudian diklasifikasikan menggunakan NLP model. Apakah tweets itu memiliki sentimen positif, negatif, atau netral terhadap penerapan WFH. Contoh Tweets bersentimen positif, antara lain WFH dianggap membuat irit biaya bensin, makan, dan ongkos-ongkos lainnya.
Sementara, contoh Tweets bersentimen negatif, antara lain, WFH dianggap memicu kenaikan tagihan listrik naik, kenaikan berat badan, dan memicu masalah kesehatan lainnya.