Mari Waspadai Jebakan PayLater
Seiring berkembang pesatnya teknologi digital, termasuk di sektor keuangan, lahirlah metode baru pembayaran yang disebut paylater atau bayar nanti. Apabila tidak berhati-hati, kemudahan transaksi menggunakan skema ini bisa menjebak konsumen pada sikap konsumtif yang berujung dengan tumpukan utang.
Bijak memilih kebutuhan dengan menyusun daftar prioritas pun bisa menjadi penyelamat dari jebakan sistem pembayaran yang satu ini. Berdasarkan riset KataData Insight Center, dari 5.204 responden yang di survei, sebanyak 16,5 persen adalah gen Y atau milenial yang banyak menggunakan fitur PayLater. Sementara dari gen Z jumlahnya berkisar di angka 9,7 persen.
Relawan Edukasi Anti Hoaks Indonesia (Redaxi) Irmawati Puan Mawar menjelaskan, skema PayLater mirip dengan kartu kredit yang memberikan batas berbelanja. Namun, skema ini memberikan jaminan yang lebih rendah dari kartu kredit sehingga mampu menarik minat konsumen.
Selain itu, kelebihan yang ditawarkan PayLater adalah kemudahan transaksi, cepat, dan efisien. “Umumnya, kalangan milennial membeli gawai (ponsel atau laptop) dengan menggunakan fitur PayLater, sementara gen Z menggunakannya untuk membeli produk mode dan aksesoris,” ujar Irmawati dalam webinar “Mengulik Kegemaran Generasi Muda terhadap Sistem Pembayaran Digital ‘Pay Later’”, Jumat (11/11/2022) di Makassar, Sulawesi Selatan.
Ia menambahkan, PayLater memiliki cara kerja di mana konsumen membeli barang atau jasa di merchant yang menyediakan fasilitas ini. Konsumen memiliki tenor pembayaran sesuai kebutuhan, misalnya 30 hari sampai 12 bulan.
Konsumen kemudian akan melakukan pembayaran secara berkala sesuai tenor dan suku bunga yang diberlakukan. “Namun, perlu kecermatan menggunakan fitur PayLater. Sebab, apabila tidak cermat dan boros, akan menimbulkan tumpukan utang. Oleh karena itu, pahami dulu persyaratan sebelum memilih pembayaran dengan skema ini dan yang penting, lunasi cicilan secara tepat waktu,” Irmawati menjelaskan.