Mengadopsi Tata Krama di Jagat Maya

Dalam salah satu survei yang digelar Microsoft, pada awal 2021 mengungkapkan, netizen Indonesia adalah warganet paling tidak sopan se-Asia Tenggara. Hal ini tentu menjadi tamparan keras sekaligus menjadi momentum tepat bagi seluruh masyarakat di Tanah Air untuk introspeksi dan meningkatkan literasi digitalnya.
Hal tersebut menjadi tema dalam webinar bertema “Sopan dan beradab di Media Sosial”, Selasa (9/8), di Singkawang, Kalimantan Barat. Webinar ini diselenggarakan Kementerian Komunikasi dan Informatika RI bersama Gerakan Nasional Literasi Digital (GNLD) Siberkreasi.
Dalam webinar tersebut, Dosen Universitas Sriwijaya Anang Dwi Santoso mengingatkan dalam survey tersebut, Indonesia berada di urutan ke-29 dari 32 negara yang disurvei. Angka ini merupakan yang terendah di Asia Tenggara.
Dengan kata lain netizen Indonesia dianggap paling tidak sopan, bahkan kalah dari Vietnam. “Mengapa kita ada di posisi terbawah, karena kita sangat riskan dengan hoaks, penipuan daring, seringkali juga ditemui ujaran kebencian, hingga diskriminasi terhadap kelompok minoritas," ujarnya.
Oleh karena itu, Anang melanjutkan, perlu pemahaman cara menjadi netizen yang beradab. Menurutnya, ada beberapa kompetensi literasi digital terkait netiket atau tata krama dalam berinternet.
Antara lain kompetensi dalam menyeleksi dan menganalisis informasi saat berkomunikasi di platform digital. Lalu, ada pula kompetensi memahami etika sebagai upaya membentengi diri dari tindakan negatif di platform digital.
Menurutnya, yang tak kalah penting adalah kompetensi memproduksi dan mendistribusikan informasi di platform digital, serta kemampuan memverifikasi pesan sesuai standar netiket. Sehingga, orang tidak mudah terjebak hoaks alias berita bohong, yaitu berita tidak bersumber tetapi disajikan seolah-olah sebagai fakta.
“Misalnya ada orang-orang yang mencoba memanfaatkan situasi dengan mengunggah foto atau video lama dengan tujuan membuat masyarakat bingung atau kacau. Dalam menyikapinya, kita jangan gegabah atau bersikap reaktif," ujar Anang.
Senada, Dosen Universitas Negeri Padang Siska Sasmita menambahkan, secara praktik, kecakapan digital dapat dikuasai tatkala mampu memperoleh informasi yang valid dan mengomunikasikan informasi tersebut saat berinteraksi dengan pihak lain. Namun demikian, potensi gangguan informasi seperti misinformasi, disinformasi, dan malinformasi tetap harus diwaspadai.
