Mengatasi Ancaman DBD Mulai dari Lingkup Keluarga
Indonesia sebagai negara endemik dengue, masih menghadapi permasalahan yang sama setiap tahunnya. Berdasarkan data Kementerian Kesehatan RI, hingga pekan ke-52 pada 2023, terdapat 98.071 kasus di Indonesia, dengan kematian sebanyak 764 jiwa.
Dengue atau biasa kita kenal dengan DBD, merupakan penyakit dengan urgensi yang tinggi di Indonesia. Di mana semua orang memiliki risiko yang sama untuk terjangkit, terlepas dari usia, strata sosial, atau di mana mereka tinggal.
Penyakit ini dapat sangat berbahaya karena menyebabkan kematian. Namun, sampai dengan saat ini belum ada pengobatan khusus yang spesifik untuk mengobati DBD.
Dibutuhkan sinergi yang kuat di antara seluruh pemangku kepentingan, serta peran aktif masyarakat untuk dapat menanggulangi DBD secara menyeluruh. Hal ini perlu dilakukan dari satuan unit terkecil di masyarakat, yaitu keluarga.
Baca Juga: Di Era Digital, Bagaimana Kilas Balik Transformasi Kesehatan?
Baca Juga: Ragam Cara Manfaatkan Teknologi untuk Jaga Kesehatan Mental
Dalam upaya memperkuat pengendalian serta pencegahan dengue di Indonesia, Farid Nila Moeloek Society bekerja sama dengan Bio Farma dan PT Takeda Innovative Medicines menyelenggarakan Diskusi Publik “Pentingnya Peran Masyarakat dalam Perlindungan Keluarga terhadap Ancaman Dengue”, beberapa waktu lalu, di Jakarta.
Ketua dan Pendiri FNM Society, Prof Dr dr Nila Djuwita FA Moeloek, SpM(K), mengatakan, cara ini dilakukan guna mengaktivasi peran dari masyarakat dalam memperkuat langkah- langkah pencegahan DBD di tingkat terkecil, yaitu keluarga.
“Sebelum kita dapat menggerakkan yang lebih besar di tingkat nasional. Apalagi, semua orang berisiko terkena DBD. Oleh karena itu, melalui acara diskusi publik hari ini, kami melibatkan berbagai pemangku kepentingan terkait untuk berdiskusi dan bersama-sama mencari solusi dalam pencegahan penyakit dengue,” ujar Nila.
Ia menambahkan, beban yang ditimbulkan oleh penyakit DBD berdampak signifkan, baik secara sosial maupun ekonomi. “Pasien yang terlambat ditangani dapat berakibat fatal, bahkan menyebabkan kematian, dan hal ini berisiko lebih tinggi pada anak-anak. Kalau sudah begitu, bukan hanya keluarga yang dirugikan,” ujar Nila.
Mulai dari, biaya yang dikeluarkan, rasa cemas dan khawatir, tetapi apabila terjadi secara luas bisa menimbulkan kerugian pada negara. Senada, Wakil Menteri Kementerian Kesehatan RI, Prof dr Dante Saksono Harbuwono, Sp PD, Prof dr Dante Saksono Harbuwono, SpPD., PhD, menjelaskan, dalam 10 tahun terakhir, kasus dengue/DBD di Indonesia meningkat seiring dengan pergantian iklim.
Biasanya mulai naik di bulan November, dan puncaknya terjadi sekitar bulan Februari. Apalagi dengan suhu panas yang sekarang dibawa oleh El Nino. Oleh karena itu, Indonesia menjadi salah satu dari 30 negara endemik dengan kasus tertinggi. “Pemerintah telah merumuskan strategi nasional penanggulangan dengue 2021-2025 yang mencakup manajemen vektor, surveilans, tatalaksana, partisipasi masyarakat, komitmen pemerintah dan kajian,” ujar Dante.
Pemerintah juga secara aktif melakukan sosialisasi terkait gerakan masyarakat seperti program 3M Plus. Sejauh ini, 3M Plus masih menjadi program yang cukup efektif.
Namun memang, selain dengan memperkuat program pemberdayaan masyarakat, dibutuhkan upaya yang lebih inovatif untuk pengendalian DBD di Indonesia, seperti pengembangan teknologi nyamuk ber-Wolbachia dan vaksin.
Dari pihak swasta, Presiden Direktur PT Takeda Innovative Medicines, Andreas Gutknecht, menyatakan komitmen Takeda sebagai mitra aktif dari Kementerian Kesehatan dalam edukasi dan pencegahan DBD di Indonesia. “Pendekatan yang terintegrasi sangat diperlukan dalam penanganan dan pencegahan DBD di Indonesia.
Oleh karena itu, Takeda berkomitmen untuk berkolaborasi dengan seluruh pemangku kepentingan guna mendorong kesadaran masyarakat akan bahaya dengue dan juga pentingnya pencegahan yang inovatif untuk melindungi masyarakat luas yang berisiko terkena dengue.
Andreas juga mengajak para pengusaha, masyarakat, serta pemerintah untuk bersama-sama berkomitmen, lebih aktif dalam melakukan edukasi pencegahan DBD dengan 3M Plus, serta mendapatkan informasi intervensi inovatif dari tenaga kesehatan, salah satunya melalui vaksin DBD.