Di Era Digital, Bagaimana Kilas Balik Transformasi Kesehatan?
Kehadiran teknologi, ikut pula menjadi faktor lahirnya transformasi kesehatan di Indonesia. Pemerintah telah memperkenalkan enam pilar transformasi kesehatan, dalam rangka membangun generasi emas 2045.
Pada Sabtu (6/1/2024), Center for Health Economics and Policy Studies (CHEPS) FKMUI menghadirkan kaleidoskop refleksi transformasi kesehatan yang merupakan kontribusi dan refleksi akhir tahun dari CHEPS FKMUI sebagai mitra pemerintah. Terutama, Kementerian Kesehatan dalam upaya mewujudkan transformasi kesehatan.
Prastuti Soewondo, SE MPH PhD, dari CHEPS FKMUI menjelaskan, enam pilar elemen transformasi, terdiri dari penguatan layanan primer dengan konsep mendekatkan layanan hingga ke tingkat desa dan dusun, penguatan layanan rujukan terutama dalam peningkatan jenis, jumlah, kualitas dan distribusi layanan agar terjadi kesetaraan pelayanan, transformasi sistem ketahanan kesehatan, penguatan sistem pembiayaan kesehatan melalui perbaikan kualitas belanja kesehatan berbasis kinerja, pembiayaan JKN dan konsolidasi pembiayaan pusat dan daerah, pemenuhan SDM kesehatan esensial.
Termasuk tenaga medis dan tenaga kesehatan prioritas, dan transformasi teknologi kesehatan yang mengedepankan pengembangan dan pemanfaatan teknologi, digitalisasi dan bioteknologi di sektor kesehatan. Menurut Prastuti, belajar dari banyak negara, transformasi sistem layanan kesehatan memang tidak bisa dilakukan sekejap.
Tetapi apa yang sedang dan terus diupayakan oleh Kementerian Kesehatan terus bergulir dengan semangat yang tinggi dan bergerak cepat. Di sisi lain, Prof Budi Hidayat SKM MPPM PhD dari FKM UI, mengungkapkan, beban penanganan diabetes pada Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dapat dihemat hingga 14 persen, atau sekitar Rp 1,7 triliun per tahun, jika mulai mengalihkan terapi insulin dari Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan (FKRTL) ke Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP). “Studi ini mendukung pilar transformasi Kesehatan pada aspek layanan primer dan transformasi pembiayaan kesehatan,” ujar Budi.
Ia menyoroti, temuan studi mendukung pengalihan pengobatan insulin ke FKTP, sejalan dengan pedoman yang telah ditetapkan oleh asosiasi PERKENI. Hasil studi menekankan pentingnya merealisasikan hasil temuan ke dalam langkah-langkah yang dapat ditindaklanjuti.
Termasuk perubahan kebijakan seperti menyelaraskan Formularium Nasional dengan PNPK, memastikan kompetensi dan kemampuan fasilitas layanan kesehatan primer, dan memulai reformasi remunerasi di layanan kesehatan primer. Saat ini, lebih dari 80 persen dana JKN dialokasikan untuk membayar pelayanan di RS berdasarkan DRG (Diagnosis Related Group).
Oleh karena itu, kebijakan pembayaran di RS akan sangat berdampak pada RS, BPJS Kesehatan, peserta dan sistem JKN itu sendiri. Setiap negara yang menggunakan DRG sebagai sistem pembayaran memiliki dua opsi, yakni mengembangkan sendiri atau mengadopsi dari negara lain dan kemudian mengembangkannya.
Kementerian Kesehatan RI mengambil pilihan nomor dua, yaitu mengembangkan INA-Grouper untuk menggantikan UNU Grouper yang saat ini digunakan, menyesuaikan sebaran penyakit, biaya pelayanan dan demografi penduduk di Indonesia.