Serba Serbi

Mengenal Skema Income Contingent Loan untuk Dana Pendidikan

Dana pendidikan (ilustrasi)

Wacana pinjaman pelajar atau student loan, sempat menjadi perbincangan hangat di masyarakat. Sebagian masyarakat mengkhawatirkan adanya student loan ini karena berpotensi menyebabkan kredit macet akibat pemberlakuan bunga yang tinggi.

Namun, di sisi lain ada pula yang menanggapi konsep student loan ini sebagai salah satu solusi dalam mengatasi biaya pendidikan yang terus melejit tinggi. Elza Emira PhD, Development Research University of Bonn menyambut positif wacana pinjaman pendidikan di Indonesia.

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

Elza menilai dari sekian banyak skema student loan, skema yang paling cocok diterapkan di Indonesia, yakni income contingent loan.
“Ini merupakan skema pinjaman tanpa bunga untuk pendidikan tinggi yang dapat dibayar setelah mahasiswa lulus dan berpenghasilan cukup,” kata Elza dalam dialog Forum Merdeka Barat 9 (FMB9) dengan tema ‘Biaya Kuliah Tinggi, Pinjaman Pendidikan Jadi Solusi?’, Senin (18/3/2024).

Beberapa waktu lalu, Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam konferensi pers Komite Stabilitas Sektor Keuangan (KSSK), mengungkapkan, Dewan Pengawas Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) telah meminta LPDP untuk mengembangkan skema student loan seperti di negara-negara maju. Elza menjelaskan, banyak negara maju telah mengembangkan sistem income contingent loan untuk menggantikan pinjaman pendidikan dengan sistem hipotek.

Menurutnya, sistem ini dianggap lebih baik daripada sistem hipotek. “Kalau hipotek ini kan jumlah dan waktu pembayarannya sudah ditentukan. Ini yang membuat orang mengalami gagal bayar. Sedangkan kalau income contingent loan, mahasiswa penerima utang akan membayar dengan waktu dan besarannya disesuaikan dengan penghasilan nanti setelah lulus dan bekerja,” jelasnya.

Menurutnya, dalam skema income contingent loan tidak mengenal istilah kredit macet atau gagal bayar sehingga membuat nama peminjam jelek di BI Checking. Elza mengatakan, skema ini membuat mahasiswa peminjam bisa menyesuaikan ansuran pembayaran dengan penghasilan yang didapat.

“Karena model bayarnya disesuaikan dengan penghasilan. Jika misalnya sedang tidak ada penghasilan, ya akan dibebaskan dari membayar utang. Nanti kalau sudah ada pendapatan lagi, baru sistem bayarnya dilanjut lagi,” jelasnya.


Elza juga menambahkan sistem income contingent loan akan sejalan dengan program pemerintah yang berkomitmen untuk meningkatkan Angka Partisipasi Kasar Pendidikan Tinggi (APK-PT) lewat beasiswa. Program ini tujuannya memang memudahkan bagi mereka yang hendak mengenyam pendidikan tinggi namun mengalami kesulitan finansial.


Lebih jauh iaa menilai, sistem ini lebih efektif dibanding dengan skema beasiswa. Walaupun pada prinsipnya sama, namun income contingent loan bisa mengakomodir lebih banyak mahasiswa.

“Kalau beasiswa, dananya hanya untuk satu mahasiswa. Sedangkan kalau student loan bisa untuk dua mahasiswa. Karena nanti dana itu akan kembali setelah kekurangannya dikover pemerintah,” ujarnya.


Pemerintah bisa mengkover sebagian pinjaman ini menggunakan dana dari APBN. Meskipun saat ini jumlah APBN untuk pendidikan tinggi terbilang masih sangat terbatas. Hanya berkisar 0,3 dari 20 persen keseluruhan APBN.

“Kita tahu APBN terbatas, makanya dengan sistem student loan ini akan membantu coverage ke pemerintah. Ini kan uangnya kembali, untuk dipinjamkan ke mahasiswa setelahnya,” jelasnya.

Menurut Elza, saat ini yang terpenting bagi pemerintah adalah menyiapkan sistem pendataan yang terintegrasi. Data ini nantinya untuk keperluan tracking setelah mahasiswa tersebut lulus agar melunasi utangnya.

“Kalau di luar negeri, data ini langsung terintegrasi dengan pajak dan Nomor Induk Kependudukan. Sehingga pelacakannya mudah. Misalnya untuk yang setelah lulus kerja di lingkungan formal nanti sistem pembayarannya langsung dipotong gaji. Nah, tantangannya bagaimana ini nanti yang kerja di sektor informal? Maka dari itu pemerintah harus pandai menyiasati,” ujarnya.