Pertimbangkan Ekspektasi Ketika Menggelar Live Shopping
Saat ini, berjualan secara live streaming, menjadi cara yang banyak dilakukan oleh para pelaku usaha di jagat maya. Selain bisa menjelaskan produk secara langsung, konsep berjualan seperti ini juga menawarkan kesrmpatan berinteraksi yang lebih dengan para konsumen, dibanding belanja daring konvensional.
Klaim sejumlah publik figur yang mengaku sukses meraup miliaran rupiah dari penjualan secara siaran langsung alias live shopping melalui lokapasar maupun social commerce seperti Shopee dan Tiktok, juga dinilai masih membutuhkan pengujian validitas. Selain biaya endorse para selebritis tersebut terbilang besar, gencarnya kampanye atas kegiatan para pemilik follower sosial media besar tersebut, harus diakui tak mudah untuk diikuti oleh pelaku usaha lain, terutama UMKM.
Managing Patner Inventure Yuswohady menilai, narasi yang menggambarkan betapa mudahnya jualan melalui live shopping harus disikapi lebih bijak karena bisa menjadi bumerang. Ini terjadi ketika pelaku UMKM tidak berhasil melakukan penjualan, sementara di benak mereka sudah terbentuk persepsi bahwa live shopping akan menghasilkan penjualan yang heboh.
"Bahaya ketika suatu kampanye over promise namun under deliver. Ini membuat orang merasa bahwa jualan melalui live shopping di Tiktok ternyata tidak seindah seperti yang terjadi pada para artis. Hal ini justru akan menjadi backfire," kata Yuswohady akhir pekan ini.
Menurutnya, jika tujuannya untuk mendorong banyak pelaku usaha seperti UMKM untuk ikut live shopping perlu di validasi apakah cara ini efektif. Tentunya kapasitas para pelaku UMKM tidak mungkin seheboh yang digambarkan dalam kampanye live shopping para selebritis.
Lebih jauh pakar pemasaran tersebut mengatakan, kampanye yang melibatkan selebritis bisa dilihat sebagai upaya untuk membangun narasi bahwa kegiatan live shopping akan menghasilkan penjualan yang fantastis. Harapannya, para pelaku UMKM akan ikut tergerak untuk ikut melakukan kegiatan live shopping dalam transaksi penjualannya.
Namun, lanjut Yuswohady, kita tidak tahu apakah ada pengaturan tertentu atau tidak dalam kegiatan live shopping para selebritis tersebut. Bisa saja ada order yang masuk tidak organik langsung dari konsumen.
Oleh karena itu, publik perlu menunggu apakah kegiatan live shopping para artis yang berhasil menggelar transaksi miliaran rupiah dalam satu waktu itu bisa terus dilakukan, termasuk oleh pelaku UMKM. "Orang Indonesia memiliki budaya instan yang sangat kuat. Begitu ada narasi mengenai keberhasilan artis menggelar live shopping, mereka akan ikut-ikutan karena takut ketinggalan alias FOMO atau fear of out missing," lanjutnya.
Padahal, sebelum mengikuti jejak para selebritis, pelaku UMKM perlu melakukan uji validasi terlebih dahulu. Pertama, host dari kegiatan live shopping tersebut adalah selebritis yang dari sisi pemasaran bisa dianggap sebagai influencer maupun key opinion leader (KOL).
Kedua, para selebritis tersebut memiliki basis komunitas alias follower yang sangat banyak yang jumlahnya mencapai puluhan hingga puluhan juta orang dengan hubungan emosional yang dalam. Itu sebabnya, Yuswohady menyampaikan, wajar jika banyak orang berbondong-bondong mengikuti kegiatan live shopping yang diadakan oleh artis.
Karena, pada dasarnya, mereka memiliki jutaan pengikut yang ingin melakukan interaksi dengan para artis. Hal ini jugalah yang kemudian mendorong jumlah peserta dalam kegiatan live shopping para artis.
Sementara pelaku UMKM, bisa jadi tidak memiliki pengikut atau komunitas yang besar seperti para selebritis tersebut. Padahal, ini menjadi syarat saat seseorang menggelar lapaknya di media sosial.
Tanpa audiens, sehebat apa pun pelaku UMKM melakukan kegiatan promosi penjualan, metode penjualan melalui live shopping tidak akan bisa berhasil. Dalam jangka pendek, Yuswohady memperkirakan, kampanye live shopping dengan melibatkan para artis akan berhasil. Pelaku UMKM akan langsung ikut-ikutan menggelar live shopping lantaran FOMO.
Namun, apakah tren live shopping ini bisa bertahan lama atau tidak bergantung hasil yang pelaku UMKM peroleh. Jika jualan pelaku UMKM bisa selaris para artis, tren live shopping akan bertahan lebih lama.
Jika tidak, hype atas kegiatan live shopping ini akan hilang. Yuswohady menambahkan, kampanye mengenai kegiatan live shopping bisa dibilang berlebihan.
Meski, dari sisi pemasaran, live shopping merupakan alat baru yang bisa memperkaya kemampuan UMKM untuk menggaet pelanggan. Namun, pelaku UMKM tidak bisa hanya sekadar terbuai dengan keberhasilan para artis. Tapi, mereka harus mengerjakan pekerjaan rumah untuk membangun basis komunitas yang kuat dengan relasi yang mendalam.