Bermedia Sosial Lebih Tenang tanpa FOMO
Rencana akan digelarnya konser band asal Inggris, Coldplay membuat istilah FOMO atau fear of missing out menjadi trending. Dalam rangka kampanye Gerakan Nasional Literasi Digital di Indonesia, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) bersama dengan Gerakan Nasional Literasi Digital (GNLD) Siberkreasi menyelenggarakan Workshop Literasi Digital, Selasa, 9 Mei 2023, di Jawa Barat.
Tema yang diangkat adalah “Kenali Fenomena Fear of Missing Out (FOMO) di Media Sosial” dengan narasumber VP Direct Sales & Retail East Java Bali Nusra PT Indosat Tbk Heny Tri Purnaningsih; Sekretaris Persatuan Wartawan Indonesia Jatim Eko Pamuji; dan konsultan sekaligus manajer produk, Anwar Sadat.
Menurut Anwar, FOMO adalah rasa khawatir atau kecemasan yang dirasakan seseorang ketika ia merasa tidak memiliki akses atau tidak terlibat dalam aktivitas atau pengalaman yang sedang dilakukan oleh orang lain. FOMO seringkali terjadi karena paparan informasi yang terus-menerus dari media digital.
Hal ini, kemudian membuat seseorang merasa harus selalu terhubung dengan orang lain dan merasa tertinggal jika tidak aktif di media sosial atau tidak mengikuti kegiatan yang sedang populer. “Meskipun FOMO dapat menjadi pengalaman yang umum dan alami, namun terlalu banyak merasa tertekan dan khawatir tentang ketinggalan dapat berdampak negatif pada kesehatan mental dan emosional seseorang," ujarnya.
Oleh karena itu, Anwar melanjutkan, penting untuk mempelajari cara mengatasi FOMO. Termasuk juga, mengembangkan keterampilan literasi digital yang dapat membantu mengurangi tingkat FOMO yang dialami seseorang.
Senada, Eko menambahkan, FOMO bisa menyerang siapa saja. Salah satu ciri orang terserang FOMO adalah akan sering memeriksa media sosial miliknya. Selain itu, orang tersebut kerap mengalami perasaan negatif saat membandingkan kehidupan seseorang dengan apa yang tampaknya dilakukan orang lain di media sosial.
Pemicu FOMO, antara lain, penggunaan gawai secara berlebihan, suka membandingkan diri sendiri dengan orang lain, serta kurangnya rasa syukur. “Contoh orang yang mengidap FOMO, yaitu merasa ketinggalan informasi kalau tidak memegang ponsel, memaksa diri untuk membeli barang atau benda yang sedang tren, selalu ingin tahu terhadap akun media sosial milik orang lain, atau takut ketinggalan informasi di grup Whatsapp atau di media sosial,” ucapnya.
FOMO, menurut Eko, bisa dikurangi atau bisa dihindari dengan cara fokus pada diri sendiri dan menghargai diri sendiri. Selain itu, penting untuk membangun hubungan sosial dengan orang-orang sekitar.
Membatasi pemakaian ponsel dan mengurangi interaksi di media sosial juga cukup ampuh agar diri terhindar dari serangan FOMO. Sementara itu, Heny Tri Purnaningsih menjelaskan, sumber FOMO di Indonesia terdapat di berbagai bidang, seperti investasi, gaya hidup, teknologi, atau bahkan di dunia pendidikan.
Menurut dia, fenomena korban investasi bodong adalah salah satu dampak yang ditimbulkan oleh FOMO. Begitu pula keinginan untuk membeli produk teknologi baru agar tidak merasa ketinggalan. “Peran orangtua amat penting terhadap anak untuk mencegah mereka terpapar FOMO, yaitu dengan mendampingi anak selama mereka menggunakan internet," ungkapnya. Karena, dengan berinternet secara aman dan sehat bisa menghindarkan anak-anak dari FOMO.