Perkuat Literasi Melindungi Diri dari Pinjol Ilegal
Tren jumlah pinjaman online alias pinjol ilegal di Indonesia menujukkan tren penurunan dalam empat tahun terakhir. Hal ini berdasarkan laporan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang menunjukkan, jumlah pinjol ilegal yang telah dihentikan oleh Satgas Waspada Investasi (SWI) menyusut sejak 2019 hingga September 2022 lalu.
Laporan itu mencatat, ada 1.493 pinjol ilegal yang dihentikan operasinya oleh SWI pada 2019. Jumlahnya turun menjadi 1.026 pinjol ilegal pada 2020.
Meski begitu, edukasi kepada masyarakat terkait bahaya pinjol masih harus terus dilalukan. Dalam rangka kampanye Gerakan Nasional Literasi Digital di Indonesia, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) bersama dengan Gerakan Nasional Literasi Digital (GNLD) Siberkreasi menyelenggarakan Workshop Literasi Digital, Kamis, 16 Maret 2023, di Jawa Barat.
Tema yang diangkat adalah “Pinjol Dahulu, Sengsara Kemudian” dengan menghadirkan narasumber Relawan TIK Kota Sukabumi dan ICT Watch Defira NC; Content Writer Luqman Hakim Bruno; dan Dosen Universitas Bali Internasional Komang Tri Werthi.
Dalam paparannya, Defira menguraikan, perkembangan teknologi digital yang pesat telah merambah ke sektor keuangan yang dikenal sebagai teknologi finansial (tekfin). Ragam tekfin bermacam-macam, mulai dari dompet digital (e-wallet), uang elektronik (e-money), pinjaman antarpihak (peer to peer lending), maupun urun dana (securities crowdfunding).
Khusus peer to peer lending dikenal juga dengan istilah pinjaman online atau pinjol, yaitu sebuah penyelenggaraan layanan jasa keuangan untuk mempertemukan pemberi pinjaman (lender) dengan penerima pinjaman (borrower) dalam rangka melakukan perjanjian pinjam-meminjam secara langsung melalui sistem elektronik. “Beberapa ciri pinjol adalah syarat yang diberlakukan mudah dan prosesnya bisa sangat cepat, risiko kredit ditanggung pemilik dana, bunga yang diberikan lebih tinggi dari ketetapan pemerintah, serta praktik ini tidak dijamin oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS),” kata Defira.
Menurutnya, pinjol banyak menyasar kalangan anak muda dengan menjanjikan kemudahan pinjaman. Di satu sisi, anak muda banyak yang berbudaya konsumtif yang kadang membutuhkan dana segar dalam waktu singkat.
Apalagi, pinjol memberi iming-iming kemudahan pencairan dana dan tenor pinjaman hingga puluhan juta rupiah. Komang Tri Werthi mengingatkan, di balik kemudahan yang ditawarkan pinjol, ada sisi buruknya, terutama oleh pinjol ilegal atau yang operasinya belum berizin dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Beberapa ciri pinjol ilegal adalah menawarkan bunga atau fee yang sangat tinggi, tidak memiliki layanan pengaduan konsumen, serta meminta akses data pribadi yang dimiliki konsumen di ponsel mereka ketika mengunduh aplikasi pinjol ilegal tersebut.
“Apabila telat membayar cicilan utang ke pinjol ilegal, konsumen (peminjam) akan diteror dan diintimidasi oleh penagih utang atau debt collector. Ini sangat meresahkan karena terkadang data pribadi peminjam yang tersimpan di ponsel mereka dibocorkan,” kata Komang.
Hingga Oktober 2021, imbuh Komang, terdapat pelanggaran ringan sebanyak 10.441 pelanggaran yang dilakukan pinjol ilegal. Sementara jumlah pelanggaran berat mencapai 9.270 pelanggaran.
Tak heran, OJK telah berulang kali memblokir situs atau aplikasi pinjol ilegal lantaran banyak melanggar ketentuan pemerintah. Pada 2019 lalu, sebanyak 1.493 aplikasi pinjol yang diblokir dan di 2020 sebanyak 1.026 aplikasi. Lalu di 2021 ada 593 aplikasi pinjol yang diblokir OJK.
Luqman Hakim Bruno menjelaskan, praktik pinjol ilegal kerap meresahkan masyarakat lantaran berbagai pelanggaran yang mereka lakukan. Contohnya adalah menyebarkan data pribadi si peminjam atau bunga pinjaman yang terlampau tinggi.
Di samping itu, pemanfaatan pinjol ilegal lewat aplikasi yang diunduh berpotensi menimbulkan masalah peretasan data, seperti malware, phishing, atau spamming. “Oleh karena itu, sebaiknya menggunakan jasa pinjol resmi yang sudah terdaftar di OJK dan pastikan data pribadi tersimpan dan terlindungi dengan aman. Hindari pula mengunggah data pribadi ke media sosial,” ujarnya.