Digitalnote

Dewasa Menyikapi Tsunami Informasi

Unsplash/Jose Franganillo
Unsplash/Jose Franganillo

Jagat maya di Indonesia, masih diwarnai oleh berbagai hoaks yang kerap membuat gaduh. Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), pada Januari 2023 telah menangani 1.321 konten hoaks atau berita palsu terkait politik.

Dalam rangka kampanye Gerakan Nasional Literasi Digital di Indonesia, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) bersama Gerakan Nasional Literasi Digital (GNLD) Siberkreasi menyelenggarakan Workshop Literasi Digital, Senin, 13 Maret 2023, di Jawa Barat. Tema yang diangkat adalah “Bijak Bermedia Sosial: Cegah Provokasi dan Hoaks”.

Dalam kegiatan tersebut, Kepala Unit ICT Universitas Dipa Makassar Erfan Hasmin menjelaskan, hoaks diartikan sebagai sebuah konten (baik berupa teks, gambar, suara, atau video-Red) ataupun berita kebohongan yang dikemas semenarik mungkin agar memperoleh kepercayaan dari masyarakat. Menurut dia, orang cenderung memercayai hoaks jika informasinya sesuai dengan opini atau yang ia yakini.

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

Selain itu, tercatat sebanyak 88 persen orang pernah menyebarkan hoaks meski statusnya hanya meneruskan informasi tersebut. Untuk mengenali apakah sebuah informasi tersebut benar atau sekadar hoaks, menurut Erfan, kita bisa mengenalinya dari judul tulisan yang umumnya bersifat provokatif.

Judul tersebut sensasional demi menarik atau memancing perhatian khalayak. Cara lainnya adalah dengan memeriksa sumber informasi lewat tautan atau situs berita. Kebanyakan hoaks diproduksi dari situs berita yang kurang populer.

“Hoaks memiliki dampak negatif, seperti menimbulkan perpecahan di masyarakat, menurunkan reputasi seseorang, hingga publik yang tidak lagi percaya akan sebuah fakta lantaran begitu seringnya terpapar hoaks,” kata Erfan.

Senada, Andi Widya Sekretaris ISKI Sulawesi Selatan Andi Widya Syadzwina menambahkan, sejumlah hal yang menyebabkan tumbuh suburnya hoaks antara lain rasa ingin tahu dan berbagi sebuah informasi yang sangat tinggi di masyarakat. Hal ini disebabkan sejumlah faktor, seperti kemajuan teknologi komunikasi dan penetrasi media sosial yang begitu pesat.

Paduan kedua faktor tersebut menjadikan hoaks begitu cepat tersebar ke mana-mana. “Bahkan, berita yang sebenarnya hoaks, bisa dianggap benar atau diyakini kebenarannya apabila sudah tersebar begitu luas alias viral. Padahal, dampaknya sangat buruk di masyarakat maupun di dunia maya (media sosial),” ucap Andi Widya.

Sementara itu, Relawan TIK Indonesia & Creative Consultant Mario Devys mengingatkan, saat menerima sebuah berita atau informasi sebaiknya jangan terburu-buru untuk dibagikan atau diteruskan ke orang lain hanya karena isinya sesuai dengan keinginan kita. Baiknya, cermati berita atau informasi tersebut apakah bermanfaat atau tidak, penting atau tidak, serta mendesak atau tidak.

Jika tidak penting dan tak bermanfaat, sebaiknya tidak dibagikan ke orang lain “Prinsipnya adalah BTS. B adalah baca jangan hanya judulnya saja; T adalah teliti sumbernya; dan S adalah share (bagikan) bila bermanfaat,” Mario menyarankan.

Ikuti Ulasan-Ulasan Menarik Lainnya dari Penulis Klik di Sini
Image

Technology believer.. tech-society observer.. recovering digital addict