Tren Quick Commerce yang Makin Dilirik
Industri perdagangan ritel kian menunjukkan perkembangannya dalam beberapa tahun terakhir. Salah satunya adalah dengan kehadiran model bisnis quick commerce yang digadang sebagai model bisnis generasi ketiga, setelah toko konvensional dan e-commerce.
Quick commerce merupakan tren yang muncul seiring dengan perubahan perilaku belanja dan meningkatnya permintaan akan produk keseharian selama masa pandemi. Model bisnis ini, menjanjikan pengiriman barang dalam jumlah kecil dengan durasi pengiriman yang sangat singkat, bahkan dalam hitungan jam.
Beberapa layanan quick commerce bahkan menawarkan durasi pengiriman dalam 15-30 menit. Untuk mendukung komitmen durasi pengiriman tersebut, quick commerce sangat bergantung pada hub logistik yang dikenal dengan sebutan dark stores di daerah-daerah dengan pemukiman padat.
Hal ini, berbeda dengan e-commerce yang biasanya mengandalkan gudang besar di pinggiran kota. Seiring pertumbuhan quick commerce di Indonesia, baru-baru ini, Populix melakukan sebuah survei terhadap 1.046 responden laki-laki dan perempuan berusia 18-55 tahun untuk melihat tingkat adopsi layanan quick commerce di Tanah Air.
Termasuk juga, proyeksi peluang pertumbuhan model bisnis perdagangan ritel terbaru ini ke depannya. “Survei menunjukkan, 87 persen responden aktif berbelanja menggunakan aplikasi quick commerce, terutama di kalangan responden berusia 26-45 tahun di daerah Jawa," jelas Dr Timothy Astandu, Co-Founder dan CEO Populix.
Menurutnya, dari berbagai aplikasi dan layanan quick commerce yang bermunculan di Indonesia, para responden masih mengandalkan layanan quick commerce yang terintegrasi pada superapps, dibandingkan aplikasi yang berdiri sendiri. Sementara itu, di antara 13 persen responden ada pula yang menyatakan tidak berbelanja melalui aplikasi quick commerce.
Kelompok ini mayoritasnya didominasi responden berusia 18-25 tahun karena mereka tinggal di area yang tidak termasuk dalam cakupan wilayah pengantaran. Atau, belum memiliki kebutuhan untuk berbelanja di layanan quick commerce.
Menurut Timothy, di antara para responden yang aktif menggunakan platform quick commerce untuk berbelanja, mereka mengatakan bahwa quick commerce memiliki beberapa kelebihan dibandingkan layanan belanja daring lainnya, yaitu pengiriman cepat (66 persen), produk segar (53 persen), dan pilihan produk yang variatif (50 persen). Namun sebaliknya, responden juga kerap menemukan beberapa kelemahan dari aplikasi quick commerce, seperti waktu flash sale terlalu singkat (63 persen), harga diskon yang sama dengan harga normal produk (44 perseb), dan sistem aplikasi sering bermasalah (32 persen).
Sebagai layanan yang mengandalkan kecepatan durasi pengantaran, mayoritas responden juga menilai, durasi pengantaran ideal adalah 30 menit hingga satu jam. Secara rata-rata, 80 persen responden menggunakan layanan quick commerce beberapa kali setiap bulannya untuk berbelanja kebutuhan pokok, makanan ringan, serta bahan memasak dan bumbu dapur.
GoSend, Grab Express, dan kurir yang disediakan oleh aplikasi, merupakan layanan pengiriman yang banyak dipilih untuk memenuhi kebutuhan akan barang-barang tersebut. Sementara itu, mayoritas responden mengandalkan e-wallet (79 persen) dan cash-on-delivery (56 persen) sebagai metode pembayaran yang digunakan dalam berbelanja.
Pada penelitian yang dilakukan pada 5-16 Oktober 2022 secara online melalui aplikasi Populix ini terungkap, GoMart, Tokopedia Now!, dan GrabMart Kilat, menjadi tiga besar pilihan aplikasi quick commerce yang paling banyak digunakan oleh responden. Selain itu, ada pula Segari, AlloFresh, dan Astro.
Dalam survei yang dilakukan juga terungkap, hampir seluruh responden atau sekitar 97 persen responden mengatakan akan terus berbelanja di aplikasi quick commerce karena kemudahan pemesanan barang dan waktu pengiriman yang singkat.