Simak, Saran Berharga untuk Para Founders Startup di Situasi yang Serta tak Pasti
Lanskap usaha rintisan digital di Indonesia kini tengah mengalami perubahan. Terutama dikarenakan iklim ekonomi global yang kurang kondusif.
Sebagai upaya membantu para founders usaha rintisan agar bisa mempertahankan momentum usaha dan mencapai Product-Market Fit (PMF) dengan tepat, Kominfo menyelenggarakan program inkubasi Startup Studio Indonesia (SSI).
Dalam program yang telah memasuki batch kelima ini, para usaha rintisan terpilih berkesempatan untuk berdiskusi dan bertukar pengalaman dengan pelaku usaha rintisan veteran di Indonesia, dalam sesi 1-on-1 Coaching. Agar berhasil mengembangkan usaha di masa yang serba tak pasti ini, ada berbagai saran masukan bagi para pelaku usaha rintisan di Tanah Air yang baru saja memulai usaha rintisannya, di antaranya:
1. Disrupsi dan tren tidak perlu selalu diikuti.
Selama ini, usaha rintisan selalu diidentikkan dengan usaha yang mendisrupsi bisnis konvensional. Namun, pada kenyataannya, disrupsi dan tren tidak selalu berjalan di jangka panjang.
Hal ini diungkapkan oleh Christopher Madiam, Founder dan CEO Sociolla. “Tidak semua hal bisa di-disrupsi. Kita sebagai founders harus bisa menganalisa mana kebiasaan konsumen yang bisa diubah, dan mana yang tidak," ujarnya.
Misalnya, Christopher melanjutkan, Sociolla, percaya bahwa kehadiran toko luring adalah hal yang tidak akan berubah. Bagaimanapun di tengah berkembangnya sistem lokapasar, toko luring pasti akan tetap eksis.
"Itulah mengapa kami pun mengembangkan kehadiran toko luring. Jadi perlu diingat bahwa tidak semua disrupsi dan tren-tren digitalisasi baru perlu untuk kita ikuti,” ungkapnya.
2. Gabungkan hasil benchmarking dengan data dan analisa mandiri.
Salah satu cara agar usaha rintisan untuk bisa memahami pasar yang dituju adalah dengan melakukan benchmarking, yaitu menganalisa apa yang telah dilakukan usaha rintisan serupa atau bahkan kompetitor. Di tahap awal, founder pun bisa menjajal langsung dengan menjadi user di bisnis serupa, agar bisa mengidentifikasi kelebihan dan kekurangan dari startup lain dan menghadirkan solusi yang lebih baik.
“Di awal perkembangan, Kitabisa sering belajar dari operasional platform penghimpunan dana internasional, Gofundme. Namun, ada perbedaan bisnis yang cukup signifikan," ujar Alfatih Timur, Co-Founder & CEO Kitabisa.com.
Menurutnya, kemudian setelah itu ia menemukan platform crowdfunding dari India yang punya produk yang lebih mirip, sehingga menjadi patokan benchmarking KitaBisa. Tapi, hasil dari benchmarking, Alfatih mengungkapkan, wajib untuk tetap dikombinasikan dengan insight data yang dipunya, karena bagaimanapun setiap pasar memiliki dinamikanya sendiri-sendiri.