Perangi Stunting Melalui Teknologi Digital
Melihat progress tumbuh kembang anak yang sehat dengan asupan gizi yang lengkap, tentu menjadi dambaan setiap orang tua. Pemenuhan gizi memang menjadi hal yang penting untuk bekal tumbuh kembang anak.
Jika gizi tak terpenuhi maka akan mengancam kondisi gagal tumbuh. Imaz, bocah berusia dua tahun asal Pandeglang, Jawa Barat, merupakan salah satu dari balita dengan pemenuhan gizi yang tidak ideal. Di usianya yang sudah menginjak dua tahun, berat badan Imaz hanya 9,6 kilogram dan tinggi badan 93,4 centimeter.
Mi dan kental manis menjadi salah satu alasan Imaz kekurangan gizi. Nina, ibu dari Imaz menceritakan alasan dibalik konsumsi mie dan kental manis setiap harinya.
"Saya memberikan mie instan dan kental manis ke anak saya karena hanya mengandalkan gaji dari suami sebesar Rp 750 ribu per bulannya. Itu pun tidak cukup buat sehari-hari," ujar Nina.
Salah satu kader Posyandu Desa Rawasari, Kabupaten Pandeglang, Jasa Barat, Ene, mengungkapkan, selama ini pihaknya melakukan penyuluhan terkait kesehatan. Mulai dari, cara pemberian makanan serta cara pemberian susu.
Hasil survei Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) Kementerian Kesehatan mencatat 24,5 persen bayi usia di bawah lima tahun (Balita) di Provinsi Banten mengalami stunting pada 2021. Kabupaten Pandeglang pun tercatat sebagai wilayah dengan prevalensi balita stunting tertinggi di Banten, yakni mencapai 37,8 persen pada tahun lalu.
Intervensi Teknologi
Data survei Status Gizi Balita Indonesia (SGBI) 2021, prevalensi stunting masih di angka 24,4 persen atau sebanyak lima juta lebih balita mengalami stunting dari sekitar 23 juta jumlah anak di Indonesia. Beberapa wakta lalu, PT XL Axiata, Tbk (XL Axiata) bersama Viamo Indonesia (Viamo) dan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Republik Indonesia melalui Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat berkolaborasi meluncurkan layanan Tanya321.