Digicafe

Rambu-rambu Berburu Atensi di Ruang Maya

Pixabay/Geralt
Pixabay/Geralt

Nilai ekonomi industri konten kreator di Indonesia sangatlah signifikan. Pada April 2022, penyedia platform influencer marketing Famous Allstars atau FAS memperkirakan, nilai pasar industri konten kreator di Indonesia bisa mencapai Rp 4 triliun hingga Rp 7 triliun.

Nilai ini diprediksi akan meningkat lima kali lipat pada 2027. Tentu ada berbagai jenis konten yang beredar di jagat maya. Sebagian positif, ada pula yang habya mengandalkan sensasi semata.
Bertebarnya konten sensasional di media sosial, kini sudah bukan hal aneh lagi. Tren ini terjadi lantaran banyaknya orang yang ingin eksis dan mendapatkan uang secara praktis, bermodalkan konten yang dibuatnya.
Sayangnya, konten-konten yang sensasional biasanya mengandung unsur hoaks atau hal yang tidak terpuji. Dalam webinar bertema “Buat Konten di Era Digital, Siapapun Bisa Menjadi Sultan!”, Senin (12/9), di Makassar, Sulawesi Selatan, yang diselenggarakan Kementerian Komunikasi dan Informatika RI bersama Gerakan Nasional Literasi Digital (GNLD) Siberkreasi, Psikolog Hellen Citra Dewi menyampaikan, jati diri kita dalam ruang budaya digital tidak berbeda dengan budaya non digital.
Hellen menjabarkan ada banyak contoh positif digitalisasi budaya di ruang digital. Salah satunya, mewujudkan kesetaraan lewat gerakan digital inklusif dan menggalang solidaritas warga melalui media digital.
“Contoh gerakan sosial sepanjang pandemi yaitu donor plasma konvalesen, menyediakan bahan pangan dan kebutuhan pokok bagi yang isoman, serta konseling online gratis untuk pendampingan,” ujarnya.
Kegiatan ini, khususnya ditujukan bagi para komunitas di wilayah Sulawesi dan sekitarnya, tidak hanya bertujuan untuk menciptakan Komunitas Cerdas, tetapi juga membantu mempersiapkan sumber daya manusia yang memanfaatkan internet secara positif, kritis, dan kreatif di era industri 4.0.


Senada, Nia Nurdiansyah selaku narablog dan konten kreator mengungkapkan bahwa atensi di media sosial memang dapat dikonversi menjadi uang. Menurutnya, di saat orang-orang mulai sadar kalau media sosial dapat dijadikan uang, orang-orang mulai mencari sensasi agar mendapatkan perhatian.
Namun, Nia mengingatkan, kita perlu paham netiket karena media sosial sudah bergeser bukan hanya menjadi media komunikasi tetapi ada hiburan, informasi berita, dan lain sebagainya. Hadirnya program Gerakan Nasional Literasi Digital oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika RI diharapkan dapat mendorong masyarakat menggunakan internet secara cerdas, positif, kreatif, dan produktif.


Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca




Ikuti Ulasan-Ulasan Menarik Lainnya dari Penulis Klik di Sini
Image

Technology believer.. tech-society observer.. recovering digital addict