Digitalnote

Jaga Jemari, Jaga Emosi di Dunia Maya

Pexels/Kerde Severin
Pexels/Kerde Severin

Kendati di dunia maya, berinteraksi di media sosial tetaplah berinteraksi dengan sesama manusia, namun di dimensi berbeda. Oleh karena itu, etika tetap dibutuhkan demi terjaganya toleransi. Tanpa etika, interaksi di media sosial bisa menimbulkan perpecahan.
Demikian tema yang mengemuka dalam webinar bertema “Membangun Merek di Dunia Digital”, Kamis (14/7), di Tarakan, Kalimantan Utara. Dalam webinar tersebut, konsultant di NGO Internasional Fithrianti, menyampaikan pentingnya literasi digital.
Salah satunya, yaitu kemampuan dalam menggunakan atau memberdayakan pengetahuan dan kecakapan digital dalam kehidupan sehari-hari. Menurutnya, dengan media sosial saat ini, seseorang bisa membangun citra dirinya melalui digital branding di berbagai platform.
Bisa melalui website, aplikasi mobile, ataupun melalui media sosial. "Digital branding ini bermanfaat dalam membangun kepercayaan pelanggan, memperluas relasi, menonjolkan brand dan membuka peluang karier," ujar Fithrianti.

Dalam membangun brand melalui media sosial, ia melanjutkan, usahakan kita tetap menjadi diri sendiri dan selalu memiliki ciri khas tersendiri.

Pexels/Pixabay
Pexels/Pixabay

Sementara itu, Brand Manager Young on Top, Dada Sabra Sathilla menegaskan, pentingnya menjadikan nilai-nilai Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika sebagai landasan kecakapan digital. “Banyak warganet yang mengedepankan emosi ketika memberi komentar di kolom komentar, kurang toleransi dan penghargaan pada perbedaan," ujarnya.
Menurut Dada, mereka tidak sadar bahwa orang yang berinteraksi di balik layar itu manusia juga. Oleh karena itu, kita harus mengembangkan budaya bermedia digital, harus membaca, menguraikan, membiasakan, memeriksa dan membangun wawasan kebangsaan dalam kehidupan sehari-hari.
Lebih lanjut digital marketer, Idul Futra menambahkan, segala aktivitas digital di ruang digital dan menggunakan media digital memerlukan etika digital. Misalnya, terkait bahasa yang digunakan dalam berkomunikasi harus jelas tujuannya, sopan dan positif, mudah dipahami, dan tidak menghakimi serta menghina orang lain.
Selain itu, dalam berkomentar juga harus tahu etika dan bisa mengerem setiap hal yang ingin dicurahkan. “Harus direm jari kita ini karena bisa berdampak luar biasa. Jangan sampai terpancing memberikan komentar pedas karena setiap unggahan di internet itu yang melihat bisa ribuan bahkan jutaan orang," Futra mengingatkan.
Dengan hadirnya program Gerakan Nasional Literasi Digital oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika RI diharapkan dapat mendorong masyarakat menggunakan internet secara cerdas, positif, kreatif, dan produktif. Kegiatan ini khususnya ditujukan bagi para komunitas di wilayah Kalimantan dan sekitarnya yang tidak hanya bertujuan untuk menciptakan Komunitas Cerdas.
Tetapi juga membantu mempersiapkan sumber daya manusia yang lebih unggul dalam memanfaatkan internet secara positif, kritis, dan kreatif di era industri 4.0.

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

Ikuti Ulasan-Ulasan Menarik Lainnya dari Penulis Klik di Sini
Image

Technology believer.. tech-society observer.. recovering digital addict