Literasi

Literasi Jadi Kunci Berantas Hoaks di Musim Pemilu

Hoaks menjelang pemilu (ilustrasi)

Menjelang berlangsungnya Pemilihan umum serentak pada 17 Februari 2024, hoaks atau berita-berita bohong sudah mulai berseliweran di media sosial. Tak sebatas menyebarkan kebohongan, penyebaran hoaks juga mampu mengancam pelaksanaan demokrasi karena pemilih tidak bisa membedakan mana informasi yang benar atau tidak.

Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Budi Arie dalam acara #DemiIndonesia Cerdas Memilih yang digelar Detikcom bersama Kominfo, mendorong agar kampanye Pemilu 2024 berjalan damai. Hal itu disampaikan Budi Arie saat pidatonya dalam acara #DemiIndonesia Cerdas Memilih, di Jakarta, Kamis (7/12/2023).

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

Budi mengatakan, pemilih pada Pemilu 2024 harus cerdas dan menjaga ruang digital tetap sehat. "Sebagai upaya menyukseskan Pemilu 2024, KPU telah menetapkan narasi besar pemilu sebagai sarana integrasi bangsa. Guna mendukung narasi tersebut, Kominfo juga mendorong kampanye Pemilu damai 2024," ujar Budi.

Menurutnya, narasi pemilu damai 2024 berfokus pada pesan untuk menggunakan hak pemilih dan dipilih, menjadi pemilih cerdas dan menjaga ruang digital agar tetap sehat bijak, dan kondusif. Budi berkaca pada pemilu di negara lain yang berdampak pada kualitas demokrasi akibat disinformasi.

Menkominfo Budi Arie dalam acara #DemiIndonesia Cerdas Memilih yang digelar Detikcom bersama Kominfo, di Jakarta, Kamis (7/12/2023).

Untuk itu, dalam kick off #DemiIndonesia Cerdas Memilih ini, Budi juga mengajak masyarakat melakukan verifikasi pada berita yang diterima. "Saya mengajak seluruh masyarakat Indonesia untuk bersama-sama meningkatkan literasi digital dan tidak begitu saja percaya akan suatu berita, apalagi ikut andil dalam menyebarkan hoaks atau berita palsu," katanya.

Budi melanjutkan, saat ini sebanyak 42 persen warga Indonesia percaya terhadap disinformasi soal pemilu. Hal ini pun menjadi tantangan yang perlu diantisipasi.


"Saat ini kita telah memasuki rangkaian Pemilu 2024, salah satu bentuk tantangan pemilu di tengah tingginya pemanfaatan teknologi digital adalah adanya kekacauan
informasi atau information disorder yang dapat membentuk disinformasi dan malinformasi," kata Budi.


Ia menerangkan, jika tidak diantisipasi, disinformasi akan menimbulkan polarisasi. Hal itu akan berdampak pada kepercayaan publik ke penyelenggara pemilu.


"Tantangan ini bukan tanpa alasan, dengan data, bahwa 42 persen publik Indonesia percaya disinformasi seputar Pemilu. Jadi, apabila tidak diantisipasi, kekacauan informasi dapat menghasilkan polarisasi dan berdampak pada kepercayaan terhadap demokrasi, institusi penyelenggara pemilu, serta penyelenggaraan pemilu itu sendiri," ujarnya.