Digitalnote

Cerita tentang Si Buku Kuning

Yellow Pages atau Buku Kuning

 

Jauh sebelum ada Google, generasi baby boomer pasti pernah mengenal Yellow Pages atau buku kuning. Buku besar dan tebal ini, dulu menjadi direktori utama untuk mencari informasi bisnis dan kontak di Indonesia.

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

Meskipun saat ini kita lebih sering menggunakan mesin pencari daring, tapi Buku Kuning tetap memiliki makna penting dalam sejarah direktori dan dokumentasi di Indonesia dan berbagai belahan dunia.

Yellow Pages pertama kali diterbitkan di St Louis, Missouri, Amerika Serikat, pada 1883 oleh seorang bernama Reuben H Donnelley. Nama "Yellow Pages" sendiri muncul karena buku ini dicetak dengan kertas berwarna kuning.

Ide dasarnya adalah untuk menciptakan panduan bisnis yang memudahkan masyarakat menemukan informasi tentang bisnis lokal, seperti alamat, nomor telepon, dan jenis layanan yang mereka tawarkan.

Di Indonesia, Yellow Pages pertama kali diperkenalkan oleh PT Penerbit Grafindo pada  1982. Sejak saat itu, buku ini menjadi referensi penting bagi banyak orang yang mencari informasi bisnis.

Berkat Yellow Pages, mencari alamat toko, restoran, bengkel, atau layanan lainnya menjadi lebih mudah. Karena dulu memang belum ada internet.

 

Yellow Pages memiliki daya tarik tersendiri. Dibandingkan dengan mesin pencari daring yang seringkali memerlukan koneksi internet, Yellow Pages adalah referensi fisik yang selalu ada di rumah atau kantor Anda. Anda bisa meraba halaman-halamannya, menandai tempat-tempat favorit, dan menemukan usaha kecil yang mungkin sulit ditemukan secara daring.

Di era prainternet, Yellow Pages adalah sumber informasi terpercaya. Namun, seirin kemajuan teknologi dan semakin meluasnya akses internet di Indonesia, peran Yellow Pages mulai berkurang.

Orang lebih cenderung mencari informasi bisnis secara daring melalui mesin pencari seperti Google atau platform review seperti Yelp.